Minggu, 27 Mei 2012



Rambu solo' merupakan upacara adat kematian bagi masyarakat Toraja dengan tujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam keabadian yang sering disebut Puya. Puya diperkirakan terletak di bagian selatan tempat tinggal masyarakat Toraja. Rambu solo sekeligus sebagai media untuk mengantarkan roh orang yang telah meninggal menuju Surga. Upacara ini juga sangat dilirik para wisatawan yang berkunjung ke Toraja. Baik wisatawan domestik maupun wisatawan dari luar negeri. Mereka tak mau menyia-nyiakan momen-monen seperti ini begitu saja, kebanyakan dari mereka telah mempersiapkan kamera untuk mengabadikan kegiatan ini sebagai perjalanan wisata yang sangat menakjubkan.
Sebelum melalui upacara ini, orang tersebut akan dianggap masih hidup dan akan diperlakukan seperti orang yang hidup lainnya. Oleh karena itu, upacara rambu solo' juga dianggap sebagai bentuk penyempurnaan dari suatu kematian. Upacara ini dianggap sangat penting oleh masyarakat Toraja.
Tingkatan status masyarakat juga sangat menentukan tingkatan upacara kematian rambu solo'. Hal ini juga menentukan banyaknya jumlha kerbau yang harus disembeli. Berikut ini tingkatan dalam upacara Rambu solo' antara lain :
  • Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
  • Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
  • Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
  • Dipapitung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.
Upacara Tertinggi

Pada Rambu solo', upacara tertinggi biasanya dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya satu tahun. Upacara yang pertama disebut Aluk Pia yang pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya diadakan berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti :
  • Ma'tundan
  • Ma'balun (prosesi membungkus jenazah), 
  • Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah)
  • Ma'Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan) dan,
  • Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).

Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :
  • Ma'pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku', sokko] yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba' (Adu kaki)
  • Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo' seperti : Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.;
  • Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.
Pada saat upacara tertinggi rambu solo' , dikenal juga istilah 'mantarima tamu' (prosesi penyambutan tamu) oleh keluarga bagi para tamu yang menghadiri upacara kematian tersebut. Tamu yang datang disuguhi dengan pemberihan siri, makanan dan minimun yang sering disebut dengan istilah 'ma'pairu'. Tamu yang hadir juga ditawari rokok. Penyuguhan rokok pada tamu biasa disebut dengan istilah ma' patole'.
Mengantar Jenasah Menuju Makam

Proses pengantaran jenasah menuju liang lahat juga sangat menarik, arak-arakan dari para pengantar jenasah seakan-akan melambangkan penghiburan terakhir untuk dia yang akan pergi selama-lamanya. Saling siram dan saling dorong terjadi begitu seru.
Seperti yang kita ketahui, upacara kematian memang lebih identik dengan warna hitam. Selain bermakna sebagai bentuk duka cita, warna hitam juga melambangkan sebuah kekekalan dan keabadian. Oleh karena itu, diharapkan agar arwah yang didoakan bisa hidup kekal dan abadi di alamnya.
Begitu juga pengharapan agar budaya yang dimiliki negeri ini tetap kekal menjadi milik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar