Senin, 14 Mei 2012

KONSEP TENTANG ILAHI, ALAM SEMESTA DAN MANUSIA

Menurut litani yang diucapkan pada upacara-upacara penyembahan kepada dewa terutama pada upacara-upacara besar. Pada mulanya alam semesta ini belum berbentuk, masih pejal dan gelap gulita. Belum ada Langit, matahari, bulan dan bintang. Belum ada daratan, gunung, lembah, sungai dan sawah, belum ada manusia, binatang dan tumbuhan, belum ada laut dan ikan. Langit langit dan bumi masih bertelangkup belum berpisah. Dari perkawinan langit dan bumi itu, lahirlah dewa tiga serangkai (Puang Titanan Tallu Samba’ Batu Lalikan artinya dewa yang bersama-sama membentuk segitiga seperti ketiga tungku). Tiga serangkai itu ialah Gauntikembong yang bersemayam di Langit, Pong Banggairante yang bersemayam di bumi, Pong Tulakpadang yang memilih tempat dibawah Bumi. Pada litani lain dikatakan bahwa pada mulanya ketika langit dan bumi masih bertelangkup Puang Matua menekan bumi ke bawah dan menolak langit ke atas sehingga terhamparlah bumi luas dan melengkunglah langit besar. Jadi para dewa berada di dalam kosmos dan lahir dari para kosmos, anak langit dan bumu (Anakna Langi’ na Anakna Lino). Setelah dunia terbentuk maka para dewa mendiami tiga aspek alam semesta. Kelompo Gaun Tikembong mendiami Langit, Pong Banggairante mendiami bumi dan Pong Tulakpadang mendiami bawah bumi. Pada langit tertinggi berdiamlah Puang Matua.
Sebagai dewa yang tertinggi, yang membentuk langit dan bumi, dan menjadikan segala isinya Puang Matua adalah dewa yang maha kuasa, maha kasih, yang memeliharakan dunia dengan segala isinya. Kita dapat membedakan dewa dengan alam semesta tetapi tidak dapat memisahkan secara nyata dan jelas. Dewa berada di dalam kosmos, lahir dari kosmos dan kembali berada di dalam kosmos. Kosmos melahirkan dewa tetapi kosmos itu sendiri dijadikan oleh Puang Matua. Dewa dan kosmos terjalin secara sintetis. Karena itu kehadiran ilahi dapat dialami dimana-mana, misalnya dalam hutan, dalam sungai, dalam makanan dalam rumah dan setrusnya. Dewa berada di hutan (Deata Pangala’ Tamman). Berada di gunung (Deata Sopai) berada di sungai (deata Salu Sa’dan). Pada besi (Deatanna Bassi). Pada makanan (Deatanna Bo’bo), di Sumur (Deata Bubun) dan seterusnya.
Kutipan litani dibawah ini melukiskan bagaimana awalnya dewa itu ada.
Apa ia tonna tiparandukna
Tonna ka’nan tipaotonna
Bendanpa ia lilli’na pirri’
Naluangpa ia pa’tang gana-gana
Tang tibungka’pa ia ba’ba masiang
Tang dikillangpa pentutuan lipu’
Tang sombopa barrean allo
Tang payanpa sampena bulan
Tang tiborri’pa tutunna lalan
Tang Tie’te’pa mata kalambunan
Tang didandanpa buntu madao
Tang dibato’pa tanete ma’dandan
Tang payanpa rante kalua’
Tang tiborri’na pangkalo’ puang
Pa’depa lolokna riu
Pa’depa bulunna padang
Pa’depa kakayuan
Tangkombongpa kapanggalaran
Pa’depa lepongan tondok
Tang tiborri’pa semberan matakali
Pa’depa torro tolino sola sanda rangka’na
Pa’depa kurrean manuk, pakandean bai
Apa dadiri ia Puang Matua lan silopakna langi’ na lino
Apa kombongri ia Tokaubanan lan Siamma’na batara tua anna lipu’na daenan
Anna sukku’ tampa rapa’na Tokaubanan
Natemme’i tu tana na gundanggi tu langi’
Tibungka’mi langi’ kalua’
Tiampanmi rante masangka’
Setelah membentuk langit dan bumi, Puang Matua membentuk Nenek Moyang Asal (NMA) dari alam semesta. Ditempahnya Nenek Moyang Asal (NMA) matahari, bulan, hujan, manusia, binatang, tumbuhan, besi, batu, sirih, ipuh, enau.
Pada mulanya NMA-NMA dari seluruh isi kosmos yang dibuat di langit itu tinggal di langit bersama Puang Matua. Mereka bergaul akrab di sana dibawah tuntunan aluk dan pemali. Puang Matua menetapkan bagi mereka tatatertib (aluk) untuk menjamin kelestarian alam semesta, mengajarkan mereka melakukan ritus-ritus persembahan kepada dewa-dewa dan leluhur. Sebagai mahkluk-mahkluk penghuni langit maka merekapun pada hakekatnya ilahi pula. Dalam percakapan dengan Puang Matua mereka memilih tempatnya dan fungsinya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar