Jumat, 06 Januari 2012

Tedong Seleko Simbol Kebangsawanan


Jika di sebagian belahan Nusantara kerbau hanya dipandang sebagai hewan ternak dan sering kali ditemukan berkubang lumpur di sawah, tidak demikian halnya dengan kerbau yang ditemukan di sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja.

Dalam upacara adat Toraja seperti Rambu Solo, kerbau memegang peranan sebagai piranti utama. Kerbau digunakan sebagai alat pertukaran sosial dalam upacara tersebut. Jumlah kerbau yang dikorbankan menjadi salah satu tolok ukur kekayaan atau kesuksesan anggota keluarga yang sedang menggelar acara.

Pada perayaan Rambu Solo almarhumah Agnes Datu Sarunggallo, ibu kandung istri Bupati Sinjai, Andi Rudiyanto Asapa, kerbau termahal dihadirkan pada pesta tersebut. Konon, kerbau ini sebagai termahal sepanjang pesta kematian di Kabupaten Toraja.

Kerbau itu berjenis Tedong Saleko. Usianya mencapai 14 tahun lebih dihargai sebesar Rp360 juta. Sebenarnya, tidak banyak yang membedakan antara Tedong Saleko dengan Tedong Bonga, kecuali pada warna bulunya. Tedong Bonga mempunyai bulu berwarna putih pada bagian kepala saja, tapi Tedong Saleko mempunyai bulu berwarna putih pada semua bagian tubuhnya.

Lalu mengapa Tedong Saleko mempunyai nilai jual melambung tinggi dan bagaimana cara memeliharanya? Ketua Satu Panitia Perayaan Rambu Solo, Predy Batuarung mengungkapkan tedong Saleko memang menjadi primadona di Kabupaten Tana Toraja karena kerbau jenis ini hanya bisa lahir di Toraja. Selain itu, tedong Saleko tidak lahir sembarang dan hanya lahir pada pemilik kerbau yang beruntung saja.

“Pernah dilakukan upaya kawin silang untuk mendapatkan jenis kerbau Saleko ini namun tidak berhasil. Terkadang juga jenis Saleko dilahirkan oleh kerbau berjenis biasa atau berbulu hitam. Itu artinya Tedong Saleko memang benar-benar unik,” jelas Predy.

Lebih lanjut Predy mengatakan biasanya jenis kerbau Saleko hanya dimiliki oleh keturunan raja-raja atau mereka yang memiliki harta kekayaan yang melimpah. Tedong Saleko, kata Predy, hanya sekadar peraga karena bukan jenis kerbau petarung. Bulunya yang unik serta memiliki mata seperti memakai softlens (lensa mata) menjadi keunggulannya.

“Kalau sudah dipotong, dagingnya tidak ada yang membedakan dengan daging kerbau lain. Dia hanya istimewa jika masih hidup. Makanya orang yang menyumbangkan tedong Saleko pada perayaan Rambo Solo seperti ini berarti dia punya sistem kebangsawanan yang tinggi,” pungkas Predy lagi.

Pada perayaan Rambo Solo di Palataran Duka Tongkonan Tiroranu Siguntu, Rabu 28 Desember kemarin, tedong Saleko ini menyedot banyak perhatian pengunjung. Tidak jarang yang mengabadikan dengan berfoto. Tedong Saleko itu diikat tepat di depan salah satu lantang-lantang (rumah-rumah, red) di pelataran duka. Matanya yang unik dan pusaran bulu yang banyak serta mengkilap menjadi alasan pengunjung tertarik dengan tedong Saleko itu. Yang paling utama tentu informasi mengenai harganya yang sampai ratusan juta rupiah.

Soal pemeriharaan, tedong Saleko ini memang membutuhkan perhatian ekstra. Selain butuh mandi dua kali sehari dengan menggunakan sampoh, tedong ini juga harus disuapi saat makan.

Gembala atau yang lebih familiar di Toraja disebut Passoma, Bapak Paran membeberkan dia dibantu anaknya memperhatikan betul tedong Saleko yang dia pelihara itu. Bahkan Paran rela kelaparan asal tedong Saleko yang dia pelihara tidak merasakan kelaparan.

“Saya saja tidak pakai sampoh, tapi Saleko ini tiap mandi dua kali dalam sehari pasti dipakekan sampoh. Kalau makan saya suapi dan kalau tidur saya pakekan kelambu,” kata warga Kadundung itu.

Bukan hanya itu, tedong Saleko itu mempunyai dokter khusus dari Dinas Kesehatan Toraja. Setiap tiga bulan sekali tedong Saleko itu diperiksa dan diberikan pil berupa vitamin serta suntikan.

Sementara itu, kandangnya juga harus selalu bersih dan bebas dari kotorannya sendiri. “Kalau buang air itu langsung saya disikat dan disiram,” katanya.

Paran mulai memeliharan tedong Saleko termahal itu saat kerbau itu berumur dua tahun. Tedong Saleko itu dimiliki dan disumbangkan oleh seorang pengusaha swasta dari Jakarta yang masih merupakan keluarga almarhumah Agnes Datu Sarunggallo yakni Edison Rombe.

Soal bayaran memelihara tedong Saleko, Paran mengaku mendapat bagi dua dari keuntungan modal awal. Tapi untuk pembuatan kandang dan pemeliharaan berupa pembelian sampoh dan pemeriksaan kesehatan semua ditanggung pemilik.

“Tidak sembarang juga yang bisa memelihara karena kita harus punya tanah yang khusus ditumbuhi rumput untuk makanannya. Kita juga harus bisa bersabar dan menyayangi kerbau ini seperti kita memelihara istri atau anak kita, bahkan lebih dari itu,” beber Paran.

Selain tedong Saleko itu, hal menarik lainnya yang sangat menyedot perhatian pengunjung yakni acara pertarungan kerbau atau silaga tedong. Dua kerbau yang bertarung pada pelaksanaan silaga tedong itu mendapat semangat dari pendukung masing-masing dengan teriak yang khas.

Sayang, kerbau milik Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang turun pada ronde pertama kalah melawan kerbau milik Paulus. Pertarungan ronde pertama ini termasuk yang paling seru karena kerbau milik Prabowo yang sudah kalah melarikan diri ke arah penonton. Sontak para penonton berhamburan sambil berteriak histeris.

Pada setiap pertarungan, kerbau yang sering muncul sebagai pemenang memiliki penggemar tersendiri di arena pertandingan yang digunakan sebagai ajang hiburan rakyat serta pertaruhan uang antarwarga tersebut.

Sebelumnya, diadakan penyambutan bagi seluruh tamu dari keluarga almarhumah yang datang. Mereka disambut dengan acara penyambutan adat dengan iring-iringan pemuda dan pemudi Toraja lengkap dengan pakaian adat Toraja. Seluruh rombongan berjejer pada urutannya masing-masing. Rombongan pertama diawali oleh rombongan keluarga Puang Sangalla yakni keluarga Puang Atto Sakmiwata Sampetoding disusul keluarga mantan Pandam VII Wirabuana, Djoko Susilo Utomo diikuti keluraga yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar